Tujuh Musim Bersamamu

Oleh : Maria Ulfa



Beberapa hal ada yang perlu kita tutup dan lupakan, ada pula yang harus kita jaga dan senantiasa kita rayakan. Kegagalan, aku mengalaminya di masa silam. Namun hati selalu memaksa merangkak maju, mengubur dalam-dalam. Perihal tawa yang pernah membersamai, perihal tempat-tempat konyol yang pernah kita kunjungi, jangan kau lupa akan hal itu. Perdu ilalang, jalanan lengang di belakang sekolah selalu menjadi tempat favorit mengerjakan PR sekolah, ingatkah? Tapi situasinya kini berbeda, aku di sini kau jauh di sana.

Dulu, sebelum ada gadget, kita tak pernah kehabisan akal bagaimana cara membunuh waktu. Menikmati sentuhan bayu, bermain rinai di poros semesta. Aku rindu, aku rindu menjadi mahluk  paling bahagia. Tanpa harus menunggu balasan chat dari seseorang yang kadang membuat kita tampak bodoh. Menanti kabar-kabar manis di beranda, lalu hanya ponsel yang menjadi sahabat karib. Kau di mana? apakah saat ini kau masih berada di kota kenangan? kota yang pernah membuat kita tersenyum lepas tanpa harus berpura-pura. Apa kabar udara sejuk, apa kabar para petani ladang yang ramah? Jalanan curam, kuliner pedas yang kadang mampu mengembalikan semangat belajar.

Jika boleh, aku tak ingin membiarkan waktu berlalu tanpa ada percakapan apa-apa. Tujuh tahun, bukan masa yang singkat membentuk tema bernama persahabatan. Pertemuan demi pertemuan kini hilang termakan arus kehidupan yang jauh lebih redup. Aku pernah membayangkan, mata kita saling tabrak lantas memandang ke langit yang sama. Saling berjanji dan menasehati, mengingatkan hal-hal yang kadang tak boleh kita langkahi. Hey, harus dengan cara apa agar semua tertata seperti sedia kala.

Aku ingin kau kembali, membantuku menyusun satu demi satu mimpi yang masih tertunda. Sebab bersamamu, lenganku tak kehabisan cara merangkai cita-cita. Mungkin, waktu memang tak memihak. Tapi di sini, aku senantiasa menyiapkan ruang demi kepulanganmu. Kumpulan buku kegemaranmu, camilan gurih favoritmu dan tembang yang selalu menghiasi perjalanan kita dahulu. Telah kuletakkan di tempat ini. Sahabat, di mana pun kamu, aku yakin ikrar yang dulu terpahat masih terpeta di bennakmu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waktu Yang Salah

Cerita Ephemera Istimewa

Review Dawai Cinta Tanpa Nada - Ansar Siri