Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2017

Teruntuk Masa Depanku

Aku percaya ketika malam dihiasi rasi bintang dan sinar rembulan. Allah juga sedang menjagamu di sana. Dan tahukah? lisanku lirih mengeja namamu dalam setiap kepingan doa. Percayalah! Perihal rindu yang masih suci, belum ternoda debu-debu jumpa. Semoga penantian sederhana ini bermuara pada mata sungai yang jernih. Tak ada sebintik gerimis curang yang berupaya membawa kata pisah. Hingga basah pada selembar kertas rasa. Kuharap tak begitu, tak ada satu keliru yang akan datang bersama ketidakpahamanku. Malam ini, saat temaram tersiram cahaya teduh. Pada bilah-bilah sunyi yang hinggap di muka jendela kayu. Aku berbisik pada cakrawala berselimut sepi. Berharap semesta berkenan mendengar segala semoga yang mengalir pada sehelai lidah saat tengadah. Krwg/ 16.08.16 / 11.11 pm

Garis Waktu

Dan kemudian kau datang. Kau menjadi seseorang yang memorak-morandakan jagat rayaku. Dengan cara yang termanis, kau memintaku untuk merasakan dan mensyukuri segala hal yang cepat atau lambat akan berakhir. Maka izinkan aku menulis untukmu, tentangmu, meski aku tidak tahu apakah surat ini akan tiba di sisi ranjangmu, atau hanya terdampar di bentangan ufuk. Izinkanlah aku mengabadikan perjalanan kita, agar aku tidak lupa bahwa suatu ketika di antara perjumpaan dan seamat tinggal, malam pernah dipenuhi senyum, senja pernah menjadi bait puisi, hujan pernah mengantarkan kerinduan, dan tangan kita pernah saling bergandengan. Di antara perjumpaan dan selamat tinggal, kita pernah sekuat tenaga berjuang menyatukan perbedaan, meski di akhiri dengan kerelaan untuk menyerah. Di antara perjumpaan dan selamat tinggal, kau dan aku pernah menjadi kita. Tuh kan, baru cuplikan awal rasanya sudah mulai roboh. Enggan beranjak, dan harus kalian ketahui satu hal yang paling kucemaskan adalah ketika berpi

Sajak Februari I

Teruntuk kamu, lelaki penggenggam masa depanku Hari ini izinkan aku menoleh kebelakang Bukan untuk mengulang Hanya sekejap mengenang Menemukan kembali arah yang pernah hilang Tentang senyum dan seutas kesedihan yang pernah datang Mungkinkah serupa dengan apa yang menyerak dalam dada Keinginan bersua sekali lagi, seraya berkata selamat Telah cukup keberanianmu untuk meminang gadis tersebut Perempuan yang kelak membenamkan kesedihanmu Februari, akhirnya aku mengerti betapa diri ini terlalu naif Mencoba melawan tinta perjalananNya tanpa terbesit bahwa Dia sebaikbaik perancang Terima kasih, sudah hadir dan melabuhkan namaku di sudut kecemasan Lantas langkah kian membisu tanpa tahu kemana arah hendak kutuju, hilang. . . . . 📝Karawang,  22 Februari 2017