Surat Kecil Untuk Timur


Selamat siang, bagaimana cuaca di kotamu? masihkah mendung bertahta di sudut cakrawala? atau mungkin sang mentari sedang menyiram wajah-wajah kota. Langit siang di kotaku semakin teduh. Gumpalan awan pekat serasa berada tepat 5 cm di atas menara kepalaku. Kuharap, bagaimana pun cuaca hari ini, akan lebih indah jika kita merapal syukur. Dan kau tidak memberhentikan langkah saat hujan membasahi halaman semesta.

Hari ini, jujur ada hal yang harus kukerjakan. Menjadi bagian relawan panitia membuat aku harus turun tangan membantu setiap divisi. Kemarin aku memberanikan diri, membantu tim merchandise membuat e commerce. Tak ada dalih terbesar mengapa hasrat begitu menggebu. Aku hanya ingin menolong mereka. Aku pikir fasilitas wifi di kantor sayang jika harus dihabiskan dengan melihat postingan yang sudah-sudah. Selaras dengan tujuh konsep kelas inspirasi, satu di antaranya adalah siap belajar. 

Aku yakin pengetahuanku tentang dunia pemasaran masih terbilang dangkal. Sebelum mengajukan bantuan, aku mulai browsing bagaimana membuat e commerce dengan baik, gampang dan tidak ribet. Al hamdulillah setelah melewati 24 jam lebih, tepatnya siang tadi pukul sepuluh. Aku mendapati tutorial membuat online shop. Dengan niat sungguh, aku mulai merealisasikan ke dalam blog yang sudah kubuat kemarin. Aku mulai merapikan halaman blog lantas menunjukannya pada salah seorang tim merchandise. Mariska, nama yang hampir serupa dengan nama buah yang selalu menjadi buah tangan di kota dingin (Solok). Dulu semasa masih mengenyam pendidikan di Kota Padang, saat bus yang kunaiki berhenti di tepian jalan. Aku selalu membeli buah markisa sebagai oleh-oleh untuk beberapa keponakan di rumah. Selain markisa, aku kerap membawa buah tangan berupa camilan ringan seperti sanjai. Makanan berupa keripik dengan bahan dasar singkong. 

Tak terasa waktu terus bergulir, adzan mulai berkumandang. Siang tadi aku lantas bergegas mengambil air wudhu. Tanpa si hijau aku melaksanakan empat rakaat di mushalla yang letakknya tak jauh dari tempat kubekerja. Hari ini aku lupa membawa bekal. Sebenarnya tadi tak berencana kerja, tapi semangat untuk membuat e commerce hingga detik ini aku masih setia menemani layar 14 inci di ruangan yang pengap ini. Siang pukul setengah satu, aku berniat makan keluar. Membeli semangkuk mie ayam mungkin akan lebih baik jika tidak di isi sama sekali. Kamu jangan marah, setidaknya hari ini aku sudah makan nasi. Sebelum berangkat kerja, aku sarapan bersama ibu dan teh heni pagi sekitar pukul tujuh. Setiba di ruangan yang di padati tumpukan kertas putih aku kembali menyalakan laptop. Lalu membuka akun twitter. Kau tahu, hal pertama yang kulakukan adalah melihat notifikasi, berharap ada mention atau sekedar tanda cinta pada kicauanku yang telah berlalu. Jika memang kosong aku bergegas mengetik namamu di papan pencarian. Kemudian aku menemukan satu kicauan darimu yang membuat hati sedikit teriris.
Siang mu kau biarkan berlalu tanpa merinduiku, Hati hati saja, Ruang untuk rindumu di ambil alih orang lain yg lebih merinduiku Faham....
 Aku bahkan tersenyum saat membacanya, namun hati tak henti bergejolak. Setega itukah tafsiranmu terhadapku. Kau pikir aku sanggup berdiri tanpa rindu sebelum sua benar-benar menjamah, harus kau tahu rinduku padamu tak pernah usai. Aku bahkan tidak takut jika harus kehilangan ruang untuk merindukanmu, sebab hati manusia telah ada yang mengelola. Dan ia tahu kapan harus menunggu dan merindu. Jika kau sanggup menerima semua kekurangan aku yakin, saat rindu tak terucap seharusnya kau tetap menganggapku ada. Aku mohon jangan berniat menghkianatiku. Termasuk membuka ruang baru untuk seseorang yang tak pernah mencintaimu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waktu Yang Salah

Cerita Ephemera Istimewa

Review Dawai Cinta Tanpa Nada - Ansar Siri