Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2016

Ranah Tiga Warna

Gambar
Hampir dua puluh satu hari buku dengan kemasan warna lembayung ini menemani aktivitas sehari-hari saya. Bila ada kesempatan membaca saya langsung menghampirinya. Bila sehari sibuk dengan beragam urusan, terpaksa menitipkannya di kardus sisa mi instan yang saya minta dari toko abang sulung dua minggu lalu. Buku dengan tebal 473 halaman ini, merupakan buku kedua dari trilogi Negeri 5 Menara. Dan merupakan kakak dari buku Ranah Satu Muara. Kebetulan sebulan silam saya telah ber hasil menuntaskan bacaan tentang RSM.  Teknik penulisannya, dalam menuangkan ide-ide mampu dicerna dengan baik oleh saya selaku pembaca. Dan yakin siapa pun yang telah membaca Ranah Satu Muara masih terhipnotis dengan kegigihan seorang Alif untuk mendapatkan beasiswa S2. Tentang perjuangannya melamar Dinara, gadis campuran jawa minang yang akhirnya menjadi pelabuhan terakhir pemuda lulusan Hubungan Internasional, Unpad Kota Bandung. Buku ini di tulis oleh lelaki penyuka fotografi. Kelahir

Waktu Yang Salah

"Sejak kapan suka kopi?" komenku pada display picturenya yang bernada sendu dengan gambar kepulan asap pada secangkir kopi. Dp nya mengibaratkan, bahwa ia akan lebih tenang bila ditemani secangkir minuman berwarna hitam pekat. Yah kira-kira begitu. Satu menit berlalu, "Sejak tidak ada yang peduli," diiringi dengan emotikon senyum pura-pura. Aku terdiam sejenak, mengembalikn memori pada kejadian kemarin sore. Aku memang membagikan postingan Tere Liye, yang di dalamnya menuangk an kata-kata begini. "Jangan mudah peduli agar kemudian tidak kecewa."Barangkali dia sudah mulai menafsirkan dan menyimpulkan bahwa aku tidak akan peduli padanya. Ah lelaki, mengapa tidak pernah merasa peka pada pemikiran perempuan sekitarmu. Mana mungkin aku tidak peduli, sementara setiap detik berganti perasaan takut dan cemas selalu mengerubungi. Harusnya kamu tahu, ada dalih yang cukup kuat bagi jemariku saat mengklik share di postingan Tere Liye yang sudah m

Surat Untuk Timur #3

Gambar
  Andai kamu tahu, menjadi aku tak semahir yang kamu pikir. Aku harus bertarung dengan detik-detik yang melukiskan wajahmu di kanvas langit sore. Setiap waktu, semenjak kau beranjak--membiarkanku masuk terperangkap ke dalam ruang pengacuhanmu. Hari ini aku berhenti sejenak tepat di bibir pantai. Ditemani debur yang seolah ingin menghibur. Berbisik  pada ribuan pasir putih yang tak pernah berisik. Menanyakan apakah aku sedang bermimpi atau tidak? Kuayunkan lengan lalu kututup kedua bola mata, berharap setelahnya ilusi tentang segalamu tidak lagi merajai. Namun lagi, saat mengakhiri pejam, aku masih menemukan wajahmu di antara cahaya kecil yang hampir terbenam. Pandangmu seakan-akan mengarah padaku. Apa yang harus kulakukan? apakah aku harus membalas senyumanmu? Sementara belakangan hatiku terseduh air ketidakjujuran. Ah, mengapa demikian, apakah aku masih kecewa? dan mengapa rasa ingin memilikimu jauh meluas dari pada setitik perih yang pernah hinggap. Ini kali ketidak

Sastra Biru

Gambar
"Ada kalanya kamu berjuang. Adakalanya kamu mundur sesaat untuk duduk di belakang. Menikmati setiap proses sederhanNya yang belum mahir untuk kamu sudahi. Dilema memang, ketika usahamu belum cukup untuk mengusir sebongkah resah. Malah semakin meruap-ruap. Tapi bukankah setiap masalah ada keikutsertaan dari sang Maha Perencana?Lalu kamu lupa akan itu. Hey, tersenyumlah!! Hidup tanpa komplikasi tidak akan menjadikanmu sedewasa ini. Hanya orang yang pernah gagal dan patahlah yang akan kembali tumbuh lantas menggenggam permata sukses. Tersenyum dan berdoalah sekali lagi, Tuhan mendengar baik apa-apa yang kamu sembunyikan dan kamu tampakkan." Pernah membaca kalimat ini? ya adalah tulisan saya yang sudah saya terbitkan di beranda fanpage Sastra Biru, al hamdulillah saya diberi amanah untuk menjadi admin tiga serta mengelola akun yang baru di rancang beberapa bulan silam. Rahmad Fajar merupakan owner Sastra Biru, pemuda asal Cilegon ini

Kejutan Manis di Hari Senin

Belakangan, setelah si kuning harus mendekam di tukang servis aku sedikit kehilangan info dari berbagai media sosial. Bagaimana tidak, sabtu malam adalah jadwalku belajar dengan komunitas FLP di WhatsApp, kata teh Riana selaku pengurus utama FLP, untuk pemateri kali ini adalah Teh Een penggagas FLP Karawang yang hampir berjalan tiga tahun. Ditambah kuis Mba Afifah Afra di akun facebook, yang akan diumumkan sabtu malam tepat pukul duabelas waktu indonesia bagian barat. Pasalnya Jum'at kemarin ponsel kuning harus rela aku inapkan di rumah sakit HP di bilangan Bintang Alam Teluk Jambe. Maklum si kuning memang sudah renta, wajar bila banyak berbagai penyakit yang mendera tubuhnya. Sore itu, menjelang matahari terbenam di kaki barat. Sepulang kerja aku langsung mampir di Jimmy Celluler. Sebuah toko yang menjual berbagai aksesoris Hp, mulai dari kabel penyambung, kartu perdana, charger, pulsa elektrik dan voucher untuk pelbagai macam kartu. Setelah memarkirkan si hijau, aku bergegas

Rencana Allah Tak Kan Keliru

Setelah hampir sepekan mengirim artikel mengenai ulasan buku. Tiba-tiba perasaan gugup dan cemas menghantui. Ini kali pertama aku mengirim tulisan kepada penulis yang dewasa ini sangat hangat di lidah para pembaca. Tidak perlu kusebut siapa penulis yang telah berhasil mengajak jemari untuk merangkai kalimat-demi kalimat, memadukannya dengan kutipan indah yang terbubuh di dalam buku yang saat itu tengah kurekam kembali lewat butiran huruf.  Saat selesai menulisnya ada kepuasan sendiri. Entah kenapa hari itu aku begitu yakin tulisanku akan lolos dan mendapat reward berupa novel. Begitulah hati bila ia sedang bersuara, merasa diri ini paling mampu mengalahkan milyaran artikel di belahan nusantara. Padahal keputusan mutlak bukan terletak pada analisis dan penulis itu sendiri, melainkan di tangan Allah. Sering kuingatkan diri untuk tidak terlalu puas dengan tulisan yang masih belum apa-apa jika di banding Alif dalam kisah Ranah Tiga Warna, yang begitu gigih belajar menulis sampai tulis