Sisa Kemarin

Oleh: Maria Ulfa

Sudah adzan dzuhur teh? tanya seorang pria berkulit gelap padaku.

Aku yang baru selesai salam di antara dua sujud terakhir langsung tercengang menatap heran.

"Sudah" jawabku singkat. 

Aku kembali merunduk, menggeriimiskan kalimat Allah, dengan ketukan ruas-ruas jemari.

Pria tersebut, langsung mengangkat tangan dan melakukan beberapa gerakan shalat.

Krek!!  pintu mushala terdengar merengek di telingaku, seorang bocah dengan balutan kaos singlet memasuki ruangan yang cukup besar berwarna putih susu, mulai dari keramik dinding dan atapnya berona putih. Hanya permadani saja yang berwarna hijau terbentang mulai dari sisi kiri-kanan mushala, bermotif kubah Masjid. Bocah dengan mata sipit, langsung memiringkan kepalanya di samping pria berkulit gelap yang tengah menjalani ibadah, kemudian ia keluar melalui pintu sebelah kanan.

Kulihat ia memutar tombol keran, sepertinya hendak mengambil air wudhu, mulai dari membasuh kedua telapak tangan hingga rukun keenam berakhir yakni membasuh kaki sampai mata kaki.
Seusai berwudhu  ia mematar arah memasuki mushalla dari arah depan. Aku yang dari tadi memerhatikannya cepat-cepat membenarkan posisi duduk. Bocah pun langsung berdiri di samping pria tersebut sembari melirik kearah pria yang lebih tinggi darinya. Mungkin maksudnya dia hendak mengikuti gerakan orang dewasa tersebut, ada tawa yang kupendam saat ia melirik bingung. Kuraih ponsel berkamera lalu kubawa diri persis di depan pintu mushalla di belakang kedua hamba Allah yang tengah melakukan shalat, ku abadikan gambar si bocah dan pria tersebut, lalu buru-buru kembali duduk di tempat semula.

Setelah shalat sang bocah berlari meraih pintu yang baru saja di renovasi pengurus masjid, kini pintu masjid terlihat dinamis hanya tinggal menggeser kekiri atau kanan orang-orang yang akan menyembah Allah dengan mudah langsung masuk. Itu sebabnya bocah tadi langsung ingin menggeser pintu ke kanan-kiri seolah ia sedang berada di mall-mall.

Sementara pria berkulit gelap, kutaksir usianya sekitar 40 tahunan  menegadahkan tangan memandakan ia sedang berodoa pada Tuhan.  Sang bocah yang tengah asyik bermain pintu pun berlari kecil terduduk di belakang shaffsembari menegadah tangan. Mulutnya komat-kamit entah apa yang sedang ia baca. Seusai berdoa, pria dewasa tersebut menggandeng tangan bocah, sepertinya bocah yang kira-kira berusia 6 tahun adalah anaknya. Subhanaallah aku berdecak kagum, ternyata penampilan seseorang belum tentu serupa dengan ahlaknya, aku awalnya takut saat dia bertanya justru telah mencap beliau sebagai preman, ampuni hamba Rabb semoga anak dan ayah tersebut tak pernah luput beribadah kepadamu, dan aku sebagai manusia biasa senantiasa membuang prasangka buruk dari dalam hati.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waktu Yang Salah

Cerita Ephemera Istimewa

Review Dawai Cinta Tanpa Nada - Ansar Siri