Sebut Saja Gadis November

Kepada sebuah nama, sebut saja gadis November. Siang ini, saat langit berselimut muram, diiringi langkah-langkah gerimis yang tak kunjung reda. Ada yang ingin kusampaikan, tentang segala rasa yang kian kicau dalam bennak. Perasaan yang kadang sulit kuterjemahkan.

Entah suka, duka atau malah bercampur rempah-rempah cemburu. Ah aku bagai tak memahami apa yang mendera bathinku saat ini. Karena memang ini hanya bagian kecil dari pertanyaan hati. Yang kadang harus kucari jalan menuju pintu jawaban, atau mungkin harus kukubur dalam-dalam.

Kau beruntung sekali pernah mengenal keluarganya. Kau beruntung pernah berjabat tangan dengan sesosok yang amat ingin kusapa ibu. Kau juga beruntung pernah menjadi bagian terindahnya.

Tak banyak kata, kali ini aku hanya meminta maaf kepadamu. Selama ini aku selalu gemar memantau keberadaanmu dari jauh. Melihatlihat percakapanmu dengan dia. Kadang aku resah, saat kau terlihat akrab bersamanya. Berkali-kali bahkan karena kebodohan yang kucipta sendiri, pertengkaran demi pertengkaran menghampiri.

Maaf untuk semua prasangka yang pernah kutujukan padamu. Kini aku sadar, dia pun belum tentu menjadi yang abadi untukku. Namun selama langit tetap di atas aku akan terus melambungkan doadoa manis agar semesta turut menyemogakan langkah kami.

Harus kau tahu, sepuluh purnama bersamanya, aku banyak belajar tentang penantian, meski tak banyak yang tahu akan rasa ini. Aku yakin keheningan kelak di hari yang telah ditetapkanNya akan bermuara pada titik yang benarbenar ingin kugapai.

Terima Kasih, sudah memberi kesempatan untukku mengenalnya. Dia lelaki sempurna dimataku, meski kadang menuai badai aku tetap ingin bersandar di bahunya yang tegar. Dia lelaki kedua yang kuanggap sebagai rumah, saat badai masalah menghantam.

Oiya, jika rindumu padanya belum padam, apa  boleh buat. Aku pun tak berhak meleraimu. Dengan atau tanpa rindumu, aku yakin ruang rindu untukku tak pernah sirna di hatinya. Bukankah begitu Timur?  😉

Dari aku perempuan yang kini menjaga masa lalumu.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waktu Yang Salah

Cerita Ephemera Istimewa

Review Dawai Cinta Tanpa Nada - Ansar Siri