Untukmu Aku Bismillah ^^

"Jangan lupa sholat istikharah Ya," ibu mengeluarkan kalimat itu, tak lama setelah aku bercerita tentang obrolan kita di telepon pagi tadi. Tentang niat pulangmu menuju kampung halaman. Aku sontak kaget, mngapa ibu tetiba berkata demikian. Padahal, tanpa sepengetahuan beliau, di sepertiga senin malam kemarin aku telah melakukan sholat tersebut.
"Al hamdulillah, aku sudah melaksanakannya Bu." Jawabku dengan nada rendah, akibat letih seharian bekerja di kawasan Green Village, mematuti layar kaya 14 inci.
"Tapi, ini kali pertama aku menunaikannya, bagaimana menurut ibu?" imbuhku penasaran.
Ibu meletakan piring yang sedari tadi berada di kedua telapak lengannya. Lalu mereguk air dalam gelas muk sedikit, untuk membersihkan tenggorokan.
"Tidak masalah, jika memang sudah kamu tunaikan itu lebih baik, kamu sudah dewasa dan cukup matang untuk menentukan pilihan terbaik sesuai persetujuan dariNya."
Aku mengangguk paham, lalu melepas kerudung oranye yang masih melilit leher dan kepala. Aku beranjak pergi, sambil menyomot potongan ayam bertabur bumbu rendang di piring ibu.

Apa kamu tahu, ini kali aku menunaikan sholat istikharah. Setelah sebelumnya aku di hadapkan oleh dua pemuda yang sempat bermukim di kepalaku. Ah itu masa lalu yang kurang baik untuk kubahas lagi. Masa lalu yang sudah rapi dalam tabung-tabung penglupaan. Yang mana sempat terbesit niat untuk menjalani rumah tangga dengan mereka.

Kamu harus percaya, sejak mengenali sosok sepertimu, kadar keimananku semakin hari semakin bertambah. Aku lebih suka menghempaskan namamu dalam jeruji doaku. Aku jadi semakin suka membaca ayat-ayatNya, membaca postingan beberapa ustadz tentang bagaimana memilih imam yang baik. Menjadi sebaik-baik wanita yang dirindukan syurga. Meski pada dasarnya aku masih jauh dari kalimat sempurna. Aku hanya perempuan berlumur dosa, yang tetap teguh untuk melangkah di jalurNya.
Maaf aku begitu yakin saat memahat namamu dalam barisan semogaku. Meski belum bertatap muka, dalam hatiku selalu kusulam benang-benang yakin untukmu. Agar hubungan ini tetap terjaga sampai Allah menghendaki. Tak banyak harapku, sekiranya kamulah yang ditetapkan Allah menjadi sebaikbaik pendamping. Maka nikmat Tuhan mana lagi yang harus kudustai. Tentu akan kujadikan awal syukur terakbar dalam hidupku. 

Kamu, tetaplah menjadi yang kusemogakan. Senantiasa menjaga pandanganmu dari perempuan yang belum halal untukmu. Aku pun demikian, belum halal untukmu. Senantiasa menjaga pandangan dari yang bukan mahramku. Itulah alasanku, kenapa aku enggan menerima tawaran untuk berbincang via video call denganmu. Atau mengirim beberapa foto terbaruku. Kita masih belum layak untuk saling menatap lebih. Meski jauh di jurang hati, aku ingin mewujudkan beberapa inginmu. Tapi bukankah saat ini kita sedang berjalan di satu lingkar yang sama. Jangan menyatakan mundur, sekiranya masalah yang datang hanya sebagai ujian untuk kita. Tapi jika yang memerintah untuk mundur adalah Dia. Tentu dengan lapang harus kuterima kenyataan itu.

Selamat menjalani hari-hari penuh rindu. Selamat menyambut fajar dan petang dengan bisikan-bisikan sunyi. Esok, jika langkah kita terestui. Aku yang akan menghapus semua resah di dadamu. Mari kita mulai dengan Bismillah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waktu Yang Salah

Cerita Ephemera Istimewa

Review Dawai Cinta Tanpa Nada - Ansar Siri