Reuni

Tiba-tiba di beranda facebook ramai memperdepatkan ketetapan PMA No 33 Thn 2016, sebuah upaya pemerintah untuk membenahi gelar akademik di tingkat perguruan tinggi agama. Aku yang sudah lulus satu tahun silam pun ikut bersuara di kolom komentar milik temanku Tuti, perempuan kelahiran Pasaman Barat ini menandai kesepuluh temannya agar mencairkan masalah revisi gelar yang masih hangat di perbincangkan.

Berselang menit, dengan alasan berbeda temanku Yori ikut bersuara di kolom komentar. Lelaki asal Pesisir ini melontarkan opini serupa dengan yang sudah aku komentar. Hanya saja dia sedikit lebih ringkas dan lugas. Sampai di mana ada beberapa junior yang ikut menimpali perkara revisi gelar, dan Yori masih saja bergeming sampai kemudian terselip kata
Dari pada memperdebatkan gelar, mending kita atur jadwal kapan kita reunian..?? Heheh
Aku langsung mengklik tanda ikon bumi, yang tengah dihimpit oleh angka satu dengan kalimat Pemberitahuan. Ternyata Tuti dan dua teman lainnya mengomentari tautan yang menandai anda begitu ujar facebook kepadaku.
"Kpn2 lah ri...Skrng blm bisa buat reunian...Yori di ma kni?" 
Melihat kata reuni, aku tak lagi tersambar petir. Entah mengapa, reuni bukan lagi hal yang kusuka. Sepertinya ada angin yang telah berhasil memusnahkan kata reuni dalam memoriku. Dulu sebelum move up dari kata mantan meskipun tak menjalin pacaran, reuni adalah kata paling emas. Sesuatu yang kadang bisa mengubah selera malas menjadi rajin sesaat. Ah ya aku lupa, untuk apalagi berada di Kota Padang. Bagiku Padang hanya kota kenangan yang pernah kulewati dengan masa-masa pahit dan manis semasa duduk di bangku kuliah. Air mata, tawa dan setumpuk rasa paling nano pun sudah kukemas secara rapih dalam bilik penglupaan.

Maaf teman-teman, mungkin inilah cara Tuhan menyembuhkan hatiku. Membiarkanku pergi ke tanah jawa lantas memberiku ruang mudah untuk bisa melupakan kenangan. Aku percaya dengan cara yang entah bagaimana Tuhan akan memberikan yang lebih dari sekadar indah. Barangkali Padang bukan tempat yang layak untukku mengembangkan sayap masa depan.

Tapi, sekiranya Allah menakdirkanku dengan seseorang yang bermuasal dari Kota Bengkuang, aku rela sepenuh hati untuk tinggal kembali di kota itu. Dengan cerita yang berbeda dan setumpuk bahagia. Aamiin


Karawang, 24 Agustus 2016 -11.00 WIB









Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waktu Yang Salah

Cerita Ephemera Istimewa

Review Dawai Cinta Tanpa Nada - Ansar Siri