Waktu Yang Salah

"Sejak kapan suka kopi?" komenku pada display picturenya yang bernada sendu dengan gambar kepulan asap pada secangkir kopi. Dp nya mengibaratkan, bahwa ia akan lebih tenang bila ditemani secangkir minuman berwarna hitam pekat. Yah kira-kira begitu.

Satu menit berlalu, "Sejak tidak ada yang peduli," diiringi dengan emotikon senyum pura-pura. Aku terdiam sejenak, mengembalikn memori pada kejadian kemarin sore. Aku memang membagikan postingan Tere Liye, yang di dalamnya menuangkan kata-kata begini. "Jangan mudah peduli agar kemudian tidak kecewa."Barangkali dia sudah mulai menafsirkan dan menyimpulkan bahwa aku tidak akan peduli padanya. Ah lelaki, mengapa tidak pernah merasa peka pada pemikiran perempuan sekitarmu. Mana mungkin aku tidak peduli, sementara setiap detik berganti perasaan takut dan cemas selalu mengerubungi.

Harusnya kamu tahu, ada dalih yang cukup kuat bagi jemariku saat mengklik share di postingan Tere Liye yang sudah menempuh waktu 20 jam yang lalu.Aku tahu saat ini kamu tengah kecewa, bahkan sangat enggan membaca statusku yang kadang sok puitis. Tapi, sekecewanya kamu aku adalah orang pertama yang ingin mencegahmu untuk tidak kecewa atas sikapku. Maaf untuk peristiwa senja yang telah mengubah langit siang menjadi malam.

Aku memang cemburu, melihat skiap ramahmu pada perempuan. Eh tapi aku tidak peduli, yang kutahu kamu sudah merambat di antara denyut nadi yang menghidupkanku, pun sebaliknya bukan? kuharap kamu menjawab iya. Tetapi entah ada angin dari arah mana, tiba-tiba sabtu petang itu, saat aku masih duduk di atas kursi setengah empuk sambil memandangi wajah laptop Acer berwarna silver. Aku tiba-tiba mengirimimu satu pesan singkat, "Reuni Hati" ya aku bilang yang lagi reunian semoga bahagia, lalu disusul dengan dua buah kata, reuni hati. "Maksudnya", dia membalas cukup lama mungkin memang tengah asyik membalas komentar yang terkesan membuat ambruk pertahanku. Aku hanya membalas biasa saja, merasa cuek dan setengah peduli. Tapi kalau boleh jujur aku menyesal membuatnya kecewa untuk kesekian. Sedetik kuberpikir, aku hanya manusia bergolongan darah O, berusia 20 tahun lebih yang mengagumi kamu, eh maksud aku hujan. Iya perempuan biasa yang kadang khilaf saat membuat satu kesalahan.

Terlebih saat melihat aktivitas fb yang menyatakan bahwa kamu tengah membalas komentar, aku klik tanpa berpikir lama. AW? yups sosok perempuan asal jawa namun bermukim di Pasaman Barat. Seseorang yang pernah membuat hari-harimu merindukannya, ah sebenarnya aku berat mengungkapkan tentangnya. Namun sedikit yang kupaham, aku pernah berada di posisimu dan itu adalah normal. Seorang yang bergelar mantan kembali bersahabat dengan seseorang yang pernah menjadi tambatan. Tapi satu yang tidak habis fikir bagiku, kamu mengirim satu potret yang cukup aku suka. Poto kamu yang waktu tempo lalu menjadi di Dp BBMmu.

Jujur kalau kamu ingin tahu, selepas melihat poto itu, aku menyimpannya di galeri ponsel. Lantas mengeditnya dan ku bubuhkan poto yang menurutku paling oke untuk disandingkan di samping gambarmu. Aku langsung memilih poto berhijab merah. Biar terlihat sepadan, yah aku kadang menerka-nerka bahwa kamu akan suka kalau aku melakukan hal ini. Dan apa kamu tahu, sesaat kemudian yang aku lakukan. Aku menggeser-geser layar ponsel, menekan ikon Whatsapp lalu kemudian mengganti wallpaper dengan wajah kita berdua. Ah aku senang, meski pun hanya aku dan gambarmu yang tahu. Kadang aku senyum-senyum sendiri. Tapi senyum itu hanya bertahan sementara semenjak aku melihat unggahan poto itu di kolom komentar dia. Ah aku mulai sarat mengeja namanya.

Kamu tahu, saat aku memberi komentar pada dpmu semalam, aku sedang berperang dengan egoku sendiri. Apa aku harus benar-benar kecewa padamu, atau membiarkanmu menerima kecewa atas sikapku. Sebenarnya aku butuh jeda untuk memulihkan, tapi rasa peduli lebih dahulu menawarkan diri menjadi orang yang paling berani menanyakan sejak kapan kamu suka kopi. Hah tapi akhirnya upayaku tidak berhasil, aku berusaha menghubungi nomormu tiga atau empat kali namun kau tolak mentah-mentah dengan tidak mengangkatnya. Well semalam adalah hujan paling deras yang pernah memburai dari dua lubang mataku. Namun aku tak berhenti sampai disitu, aku coba menekan-nekan tombol keras di ponsel tak berkamera dan tak bermemori. Saat kulihat nama Ucok, aku langsung kepikiran kamu. Dengan setengah tidak percaya aku menghubungi ucok.

Yah kami mengobrol biasa layaknya teman yang pernah bersama selama hampir 48 purnama. Aku tidak hanya mengobrol dengan Ucok, Wawan dan Rowi saling berebut ingin mengobrol denganku. Mereka masih belum berubah selalu menjadi teman yang bisa mencairkan suasana. Apalagi si Rowi, lelaki asal Jambi yang pernah kujuluki anak Kubu (Suku Pedalaman) tiba-tiba dia menyerobot untuk bercakap, dia bilang kapan kamu ke Dharmasraya. Sebuah tempat di mana aku di lahirkan dan mulai berkenalan dengan semesta, ya sampai akhirnya kamu berkenalan dengan aku. Iya kan, ngaku?? kamu yang duluan hobi komentar di statusku, meminta pin bbm, id Line sampai akhirnya aku menawarkan nomor teleponku. Hahaha aku tahu kamu pernah memintanya dari Lusi kan, Lusi pernah cerita sedikit tentang kamu. Bahkan bilang kamu itu orangnya baik. Well memang kuakui kamu baik, tapi kadang menyebalkan.

Kita kembali pada lelaki asal Jambi, setelah kujawab kapan-kapan. Dia malah nanya, oya kapan juga kamu merid? hah ucapku setengah berteriak. Lalu kujawab santai carikan jodohnya. Haha dia malah tertawa lalu mengatakan kan sudah ada RS ucapnya tanpa merasa bersalah. Hey, RS itu sudah menjadi masa lampau kataku dalam hati. Belum sempat kujawab, sepertinya Ucok merebut kembali ponsel miliknya dari lengan Rowi. Awalnya aku tidak membahas kamu, tapi Ucok menyerangku dengan pertanyaan, oya Mas R nya apa kabar? katanya setengah gelak. Ga tau jawabku simpel tanpa berpikir apa-apa. Masa ga tau, akhirnya aku mencari alasan lain untuk tidak membahasnya. Tapi lagi-lagi dia membahas namamu. Aku senang, tapi aku tidak ingin menunjukan kesenangan itu pada temanmu. Dia belum pantas mengetahui tentang kita, ya walau aku berpikir kita hanya kita, yang kadang selalu bersama dalam suka atau kecewa.

Sebenarnya aku senang mengobrol dengan Ucok, apalagi yang dibahas soal kamu. Tapi Ucok bilang ini sudah malam, aku pun bilang oya aku akan segera tidur. Dan semenjak mendengar tentangmu dari Ucok, aku baru paham. Kamu adalah orang paling ramah pada siapa pun tanpa terkecuali mantan. Maaf aku belum bisa memahami sisi kehidupanmu yang kadang bertolak belakang dengan cuaca buruk di pemikiranku. Usai meletakkan ponsel di sebelah ranjang tidurku, aku menarik ponsel android yang casingnya sudah mulai lusuh. Kubuka daftar lagu terbaru yang baru kutambahkan, ddi antaranya ada lagu korea yang kamu kirim beberapa tempo lalu, lagu-lagu pop yang sangat aku suka. Sampai mataku jatuh hati dengan lagu Fiersa Besari, dengan judul waktu yang salah. Kira-kira begini liriknya.

Jangan tanyakan perasaanku
Jika kau pun tak bisa beralih
Dari masa lalu yang menghantui mu
Karena sungguh ini tidak adil

Bukan maksudku menyakiti mu
Namun tak mudah tuk melupakan
Cerita panjang yang pernah aku lalui
Tolong yakinkan saja raguku

Pergi saja engkau pergi dariku,
Biar ku bunuh perasaan untukmu
Meski berat melangkah hatiku hanya tak siap terluka

Beri kisah kita sedikt waktu
Semesta mengirim dirimu untuk ku
Kita adalah rasa yang tepat diwaktu yang salah

Hidup memang sebuah pilihan
Tapi hati bukan tuk dipilih
Bila hanya setengah dirimu hadir
Dan setengah lagi untuk dia

Pergi saja engkau pergi dariku,
Biar ku bunuh perasaan untukmu
Meski berat melangkah hatiku hanya tak siap terluka

Beri kisah kita sedikt waktu
Semesta mengirim dirimu untuk ku
Kita adalah rasa yang tepat diwaktu yang salah

Bukan ini yang ku mau ..
Lalu tuk apa kau datang
Rindu tak bisa diatur
Kita tak pernah mengerti
Kau dan aku menyakitkan

Pergi saja engkau pergi dariku,
Biar ku bunuh perasaan untukmu
Meski berat melangkah hatiku hanya tak siap terluka

Beri kisah kita sedikt waktu
Semesta mengirim dirimu untuk ku
Kita adalah rasa yang tepat diwaktu yang salah ..

Diwaktu yang salah

Aku sampai memutarnya berulang-ulang kali sampai akhirnya insyaf, bahwa semua yang ada di dunia hanya sementara. Aku percaya kekecewaanmu padaku juga akan sementara dan waktu akan menunjukan kembali. Apakah kamu pantas untuk kuperjuangkan atau tidak. Entahlah aku semakin membodoh-bodohi kecerobohanku, aku tidak yakin kamu dengan mudah memaafkanku. Walau yang kuingin aku ingin kita seperti yang kemarin-kemarin. Selalu terbuka dalam hal apa pun.

Komentar

  1. OOOO BEGINI YA YANG DIPIKIRKAN PEREMPUAN ... ASLI, SANGAT RUMIT :") Terima kasih sudah mau sharing pandangan permpuan terhadap rasa "cemburu" hahaha

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Dawai Cinta Tanpa Nada - Ansar Siri

Teruntuk Kamu Lelaki Masa Depanku ♥