Perkenalanku Dengan Cinta dan Luka

Hari ini, tepat di purnama Januari ke 6 dering telfonku berbunyi lagi setelah sekian lama dia pergi
dari peredaran hati kosong delapan sekian yang berakhir dengan angka empat puluh lima
memanggil, hatiku tersenyum simpul aku masih ingat, pemilik nomor itu berinisial M,
dengan nada sedikit gelisah, ada ragu yang mengepung hati angkat tidak, jawab tidak,
dan akhirnya aku menekan tombol berwarna hijau. "Assalamualaikum", waalaikum salam dengan suara yang begitu serak tak mampu menjelaskan kebahagiaan ini, setidaknya kamu tetap seperti dulu
menganggap aku ada namun bukan lagi sebagai teman spesialmu. Aku sadar, pertemuanmu dengan
wanita berdarah Solok itu kerap membuatmu menjauhiku, apa daya jarakpun telah merampas kita,
jadi wajar kita dipisahkan dalam keadaan terpaksa, aku yang terpaksa bukan kamu,
sebab bahagia kini telah mendekapmu dengan calon masa depanmu.
Aku bisa apa? saat kau kembali menghubungiku, selain menanyakan keadaan kabar,
sebab tak mungkin aku menanyakan perihal rasa, tanpa sadar ponselku telah mati
karena daya harus terisi entah, yang jelas sampai detik ini masih kamu yang aku harapkan
masih kamu yang aku semogakan di setiap bait do'a yang kukirim pada pencipta semesta
Aku hanya ingin menegaskan tolong jangan lagi menanam rasa di pekarangan hati
yang telah tertimbun luka.
Aku merindukanmu duhai pemuda Minang, aku merindukanmu kota Padang, kota yang pernah mendidikku menjadi pribadi yang sedikit lebih tegar dari sebelumnya, kota yang telah memperkenalkan aku dengan cinta juga luka.

Karawang, 06 Januari 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waktu Yang Salah

Cerita Ephemera Istimewa

Review Dawai Cinta Tanpa Nada - Ansar Siri