Dua Musim Yang Berbeda
Rindu? Sebuah kalimat sederhana yang sengaja kau titip pada celah jendela malam ini bukan?
Di antara sepinya waktu yang hanya menyisakan suara letih arloji
Seharusnya kamu permisi
Dan meski temaram tak pernah mengizinkan, aku bahkan cemas jika harus mengusirmu pergi
Lagi, ini kali kesekian Ingatan terjebak pada kata ragu.
Hey apa yang keliru dariku? hingga aku harus menanggung rindu yang tak berkesudahan.
Aku menyerah, pikirku sesaat ketika menyesap udara hampa.
di hadapan gelas kosong yang hanya menyisakan serakan kelabu.
Aku berpikir, hatiku bahkan cukup kuat untuk menopang semua ini.
Sebab aku tahu, ikrar kita terjaga.
Ada aku dan kamu yang masih tenggelam pada fase yang sama.
Sadarkah, kita adalah dua musim yang berbeda,
namun tetap bernaung pada jantung yang serupa; semesta.
Di antara sepinya waktu yang hanya menyisakan suara letih arloji
Seharusnya kamu permisi
Dan meski temaram tak pernah mengizinkan, aku bahkan cemas jika harus mengusirmu pergi
Lagi, ini kali kesekian Ingatan terjebak pada kata ragu.
Hey apa yang keliru dariku? hingga aku harus menanggung rindu yang tak berkesudahan.
Aku menyerah, pikirku sesaat ketika menyesap udara hampa.
di hadapan gelas kosong yang hanya menyisakan serakan kelabu.
Aku berpikir, hatiku bahkan cukup kuat untuk menopang semua ini.
Sebab aku tahu, ikrar kita terjaga.
Ada aku dan kamu yang masih tenggelam pada fase yang sama.
Sadarkah, kita adalah dua musim yang berbeda,
namun tetap bernaung pada jantung yang serupa; semesta.
Komentar
Posting Komentar