Rindu Ini Berat Si

Untuk keberkiankalinya, air mata ini terjatuh begitu saja. Apakah tahu, tangisan ini kuciptakan untuk mematahkan rindu. Rindu kepada perempuan yang memiliki kepribadian yang anggun, berjiea keibuan dan selalu menerima kekurangan sahabatnya. Namanya Lusi, perempuan asal pasaman barat yang pernah sama-sama berjuang melewati arus perkuliahan. Di kota padang, tepatnya lubuk lintah. Hari ini setelah sekian waktu tak pernah melihat aktivitasnya di linimasa fb.

Tiba-tiba dia mengunggah foto dirinya yang sedang mengelak dari kamera. Bahasa kerennya sih candid, mengenakan baju abu-abu dipadu dengan jilbab berwarna pink. Berlatar belakang bunga sakura yang juga berwarna merah jambu. Bibirnya merona, aku suka melihatnya. Disitu ia tampak begitu anggun. Kadang aku berpikir, wanita yang sudah menikah akan tampak lebih cantik, auranya keluar. Seperti dia, padahal sebenarnya dia gadis biasa, namun kebahagiaan itu terpancar dari caranya tersenyum menaklukan kamera.

“Cantiknya istri Ari, komenku pada fotonya yang baru saja di unggah.
“makasih, miss u.” balasnya cepat.
Jangan rindu, berat kataku seraya menyematkan emoji tertawa
Rindunya berat sih enggak, tapi rindu banget iya.
Ah sama,

Sepersekian detik kemudian, aku melihat lagi dia mengubah gambar sampul, kali ini fotonya berdua dengan suami yang sudah ia pacari selama 5 tahun. Namanya Ari, lelaki pekerja keras yang selalu membuat temanku tak pernah berpaling. Pacaran jarak jauh justeru membuat mereka semakin dekat. Hingga beberapa bulan setelah Lusi wisuda, Ari memberanikan diri mengucap ikrar di hadapan semesta.

Air mata langsung membasahi pipiku, entah apa yang membuat kesedihan memecah malam ini. Iya, aku sudah menganggapnya rumah. Apa saja permasalahan yang tengah melanda, selalu kutuangkan kepadanya. Meski kadang tak ada solusi, bertemunya selalu membunuh masalah. Namun sayang, di tengah derasnya masalah yang kini menimpaku., ia justeru hilang, seperti ditelan ombak pantai padang. Aku tak bisa lagi menukar sedih dengan senyuman.

Semua berubah seiring detik berganti menit, namun aku tak pernah menyalahkan keadaan. Hanya saja, aku sedang kehilangan tempat terbaik masalahku. Apakah kamu merasakan hal serupa si? Aku rindu saatsaat di mana kita menuntaskan masalah dengan cara memasak, kadang menyanyi bersama dengan iringan musik dangdut. Atau pergi ke pasar raya hanya untuk mencuci mata tanpa membeli barang satu pun. Aku rindu si. Doakan aku segera menyusulmu untuk melangkah ke istana pernikahan, aku juga ingin sepertimu yang memiliki imam hidup. Semoga kelak, dihari yang entah kapan Allah mempertemukan kita kembali dengan keadaan kita sudah memiliki kebahagiaan masing-masing.

Terima kasih, sudah menjadi inspirasi bagiku. Menjadi penyemangat ketika lelahku mulai tumbuh. Tetaplah seperti Lusi yang dahulu, jangan lupa berry aku keponakan yang lucu ya. Nanti kalau anak kita jenisnya berlawanan, aku ingin kamu yang menjadi besanku. Wkwk

Salam, dari sahabatmu yang paling mudah menangis, (


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waktu Yang Salah

Cerita Ephemera Istimewa

Review Dawai Cinta Tanpa Nada - Ansar Siri