Petualangan Hidup

Assalamuaalaikum Februari? Rasanya begitu cepat waktu berjalan. Izinkan sejenak aku megurai segala yang selama ini menyesakkan. Kali ini ketika langit berselimut kelam, ketika para jangkrik mulai bersuara. Aku kembali menemukan sebutir mutiara yang sangat berharga.  Tentang hidup, tentang bagaimana bertahan di atas cemoohan semesta. Jujur, dahulu aku pernah bermimpi untuk memiliki pekerjaan yang dapat mengubah hidupku. Hingga seusai gelar sarjana berhasil kuperoleh aku memutusknan untuk meninggalkan tanah kelahiran.

Tanpa ibu, aku sendiri menyusuri perjalanan menuju Karawang selama 3 hari. Derai kesedihan yang membersamai kala itu. Dua bulan di karawang, setelah semua kelengkapan berkas diri seperti KK dan pembaharuan E-Ktp aku mulai bertarung nasib dengan ribuan pengangguran. Beberapa job fair yang ada selalu aku ikuti. Bahkan tak jarang aku memasukan lamaran ke beberapa perusahaan. Pernah aku tertipu oleh salah satu perusahaan yang illegal, letaknya di di salah satu kota yang tak jauh dari Ibu Kotss. Saat itu, aku yang dihantar oleh kakak tertuaku tiba di bekasi sembari membayar uang Rp 200.000,- dan melaksanakan ujian tertulis. Sampai akhirnya semua tidak bisa karena aku harus membayar 4.000.000. aku sempat putus asa, namun  Alah selalu memberikan kesempatan terbaik kepada hambanya untuk selalu bersyukur. Sampai akhirnya semua terjawab, aku kmendapat pesan dari salah seorang direktur perusahaan.

Hari ini, disaat semua yang pernah kupunya hilang dan lenyap ditelan waktu. Aku bertemu dengan salah seorang teman kecilku, namanya Laras perempuan berdarah sunda yang usianya lebih tua setahun dariku. Kami melakukan reunion di salah satu tempat wisata yanga da di desku. Tak banyak yang kami bahas, dia mennyakan di mana aku kerja, dengan semangat aku menjawab di Kantor Desa. Dia hanya tertawa, lalu bertanya mengapa tidak mencari pekerjaan yang lebih menjamin hidupku berubah, tidak kataku sembari menatap langit. Bekerja itu bukan tentang berapa banyak uang yang kita terima, namun tentang seberapa jauh kita menolong banyak orang dan menjadikan diri kita yakin bahwa rezki tidak pernah tertukar. Dia hanya tersenyum, seolah tak terima alasanku bertahan di tempat ini. Langit temaram akhirnya memutus percakapan kami di bahu telaga buatan. Aku mengajaknya pulang dan merencanakan pertemuan-pertemuan selanjutnya.

Sesampai di rumah, aku termenung di sudut ruang sembari berujar pada diri. Bagiku, gaji berjuta-juta tidak ada“Mak, apa aku salah jika aku tetap bertahan bekerja di Kantor Wali Nagari? Ibuku tersenyum simpul, senyum yang selalu membuat tanganku ingin bergegas memeluknya. “ada apa? Kenapa kamu tiba-tiba berkata demikian?” tadi aku bertemu teman seperjuangan di  bangku merah putih. Dia menyuruhku untuk mencari pekerjaan lain. Katanya gajiku tidak akan mampu merubah ekonomi kita. Apa aku salah? Tidak, pekerjaanmu saat ini sudah mulia. Setiap hari kamu berusaha menjadi jembatan untuk memppublikasikan informasi kepada banyak orang, biarlah di mata orang pekerjaanmu tidak bermanfaat. Asal Tuhan selalu berkata tetaplah seperti itu, menjadi penyelamat bagi banyak orang.

Aku tertegun seraya beranjak memeluk tubuhnya yang wangi dengan semprotan parfum pemberian bibi sepulang umroh. Aku bangga memiliki Ibu seperti Emak ini, dia selalu mengajarkan bagaimana sabar menghadapi ujian, aku yakin, kelak semua pemberian yang ikhlas itu akan kembali jua dengan penuh kebaikan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waktu Yang Salah

Cerita Ephemera Istimewa

Review Dawai Cinta Tanpa Nada - Ansar Siri